Sistem Kekerabatan Jawa Barat : JurnalJabar

Adat istiadat Jawa Barat yang masih dilestarikan

Budaya Jawa Barat atau suku Sunda memang sangat menarik untuk diulas bersama. Apalagi bagi Anda yang berdomisili di luar Jawa Barat,  Anda akan melihat daya tarik tersendiri dari adat istiadat yang ditampilkan. Setiap daerah praktis memiliki budaya yang ditularkan oleh nenek moyang sebelumnya.

Banyak adat istiadat yang telah ditinggalkan, tetapi ada juga beberapa yang masih dipertahankan sampai sekarang. Budaya ini berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat Sundanez, mulai dari hubungan persaudaraan, pernikahan, penyelenggaraan acara tertentu hingga panggilan keluarga. Semua adat istiadat memiliki sejarah yang cukup panjang sejauh ini.

Dari sekian banyak adat istiadat yangdimiliki Jawa Barat, anda akan mengetahui 5 budaya yang paling sering dijumpai karena masih terjaga hingga saat ini.  Dari sistem kekerabatan hingga upacara non-asuransi atau sunat. Anda akan menemukan keunikan tersendiri dari budaya Jawa barat ini.

Sistem Kekerabatan Jawa Barat

Adat istiadat Jawa Barat  pertama yang akan kita  bahas terkait dengan sistem kekerabatan. Sistem kekerabatan yang berlaku di suku Sunda bersifat bilateral, yaitu ditarik dari sisi ayah dan ibu. Serupa dengan budaya daerah lain, masyarakat Sundanez juga menganggap sang ayah sebagai kepala keluarga.

Sistem kekerabatan ini juga tidak jauh dari peran Islam yangmempengaruhi budaya suku Sundaez. Ada istilah yang disebut Pancakaki yang digunakan untuk menggambarkan kekerabatan. Bagi Anda orang Sunda, Anda pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah ini, karena sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Selain Pancakaki, anda juga akan mengenal istilah Sarsilah (Silsilah atau Salsilah) dan Sejarah. Kedua istilah ini memiliki arti yang hampir sama, yaitu keturunan atau stacking strain (regangan) Ketiga istilah ini sering digunakan ketika membahas sistem kekerabatan yang digunakan oleh masyarakat Sundaez.

Masyarakat Jawa Barat juga memiliki panggilan sendiri untuk kerabatnya, seperti ayah, ibu, paman, bibi, saudara laki-laki, saudara perempuan, kakek-nenek, kakek-nenek, kakek-nenek dan sebagainya. Jenis sistem kekerabatan ini benar-benar dipertahankan bahkan hingga saat ini. Maka tak heran jika masih banyak masyarakat dari Jawa Barat yang memiliki sistem kekerabatan ini.

Upacara adat Seren Taun

Budaya Jawa Barat yang tak kalah menarik untuk dipelajari adalah Upacara Seren Taun. Budaya tradisional Jawa Barat ini dicapai dengan mengangkut padi atau seperti yang tampak ngangkut dari sawah ke lumbung padi (leuit), menggunakan pikulan khusus yang disebut rengkong sambil diiringi tawon musik tradisional.

Setelah itu, akan ada pertemuan yang disebut riungan, yang akan dihadiri oleh pejabat pemerintah daerah dan tetua adat atau tokoh masyarakat. Hasil pertanian yang dibawa ke upacara Seren Taun merupakan simbol permintaan rasa syukur kepada Tuhan atas kehadiran pejabat atau pejabat setempat di wilayah Jawa Barat.

Adat Jawa Barat ini merupakan upacara untuk menyampaikan kabar baik atas melimpahnya hasil pertanian atau tanaman padi dan kesejahteraan yang telah dicapai oleh masyarakat dalam kurun waktu tertentu.  Karena upacara adat ini dilaksanakan tidak hanya sekali, tetapi untuk jangka waktu tertentu, sesuai adat istiadat.

Salah satu ciri khas Seren Taun ditemukan dalam proses seba. Prosesi ini dilakukan dengan menyerahkan seluruh hasil pertanian yang telah diperoleh sehingga dapat dinikmati oleh para pejabat dan tokoh masyarakat yang datang ke acara tersebut. Setiap orang yang datang ke upacara akan merasakan kebahagiaan bersama.

Upacara Tingkeban di Jawa Barat

Budaya Jawa Barat selanjutnya yang menarik untuk dipelajari adalah Upacara Tingkeban. Upacara ini diadakan untuk seorang ibu yang sedang mengandung bayi berusia 7 bulan. Upacara Tingkeban ini digelar sebagai bentuk permohonan atas keselamatan ibu dan janin yang terkandung dalam perutnya.

Istilah Tingkeban memiliki arti tertentu, yaitu menutup, yang berasal dari kata utamanya, Tingkeb. Arti istilah ini menggambarkan tentang seorang ibu yang sedang hamil 7 bulan tidak diperbolehkan berbaur dengan suaminya. Bahkan, selama 40 hari setelah melahirkan belum diperbolehkan.

Tujuan dari kebiasaan Jawa Barat ini adalah untuk mencegah ibu bekerja terlalu keras, karena rahim menjadi lebih besar dan lebih besar. Seperti diketahui, memiliki hubungan suami istri akan membuat ibu kelelahan, dan kebiasaan ini tidak baik untuk kesehatan anak, dan juga ibu itu sendiri.

Setelah usia 7 bulan, rahim ibu akan menjadi lebih berat hingga kemudian hari saat lahir. Budaya yang Jawa Barat ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu dan janin di dalamnya agar hal-hal buruk tidak terjadi, sehingga ada aturan yang harus dibuat oleh ibu.

Upacara adat Pesta Laut

Budaya Jawa Barat lainnya yang masih dilestarikan hingga saat ini adalah upacara adat hari raya laut. Upacara ini berlangsung bukan di sembarang tempat, melainkan di daerah Pangandaran Ciamis dan daerah Pelabuhan Ratu sukabumi. Jika Anda berkunjung ke sini, jangan lewatkan untuk melihat upacara adat yang diadakan.

Upacara perayaan di pinggir pantai ini berlangsung sebagai bentuk rasa syukur masyarakat kepada Tuhan atas hasil laut yang diperoleh. Itulah sebabnya masyarakat yang mengikuti upacara adat ini umumnya adalah nelayan yang menggunakan transportasi laut saat bekerja untuk mencari nafkah bagi keluarganya.

Tak hanya sebagai ungkapan rasa syukur, adat Jawa Barat ini  juga bertujuan untuk menjadi imbauan keselamatan nelayan. Meskipun kondisi di laut tidak dapat diprediksi, nelayan di sekitarnya tetap harus bekerja dengan mengarungi lautan untuk menemukan hasil tangkapan sebanyak mungkin.

Demi keselamatan para nelayan tersebut, upacara adat ini juga dilakukan agar bisa membawa hasil yang melimpah. Prosesi pelaksanaan tradisional ini sangat menarik untuk dilihat dan dipelajari. Sehingga tidak ada salahnya jika datang dan mengikuti prosesi upacara adat yang masih dilestarikan ini.

Upacara non-pelatihan atau sunat

Budaya Jawa Barat ini masih digelar hingga saat ini, yaitu upacara sepitan atau khitanan. Upacara adat ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menghilangkan semua kotoran yang ada pada vital pengantin khitanan, sehingga menjadi lebih bersih. Anda juga dapat menemukan tanaman ini di beberapa daerah.

Budaya ini juga dikaitkan dengan keyakinan agama Islam, di mana salah satu syarat bagi umat Islam adalah melakukan ritual sunat baik untuk pria maupun wanita. Upacara ini diadakan ketika anak laki-laki berusia 6 tahun dan ketika anak perempuan masih anak-anak, agar tidak malu nanti.

Upacara ini biasanya dilakukan dengan mengundang paraji khitan, kerabat dan tetangga dari pengantin sunat. Sehingga akan ada kemeriahan dalam upacara adat ini, sehingga pengantin sunat merasa senang dan mampu menghilangkan rasa sakit setelah alat vitalnya dibersihkan, karena terkadang.

Masih banyak adat istiadat dari daerah Jawa Barat yang masih dipertahankan hingga saat ini, dan Anda akan tertarik untuk mempelajarinya lebih lanjut. Jika Anda memiliki keluarga dari Jawa Barat, Anda pasti sudah tidak asing lagi dengan beberapa adat Jawa Barat yang telah disebutkan di atas.

Read More :